12 Desember 2013

Patobin



Rumah moyang tak berpenghuni lagi. Di dalamnya, nenek wafat dan anak cucunya berdatangan. Di sana hanya kutemukan lemari kayu berwarna cokelat tua, ranjang jati seukuran dua orang berbaring, juga Alquran putih masai, berjamur pada bagian pojok bawah, bekas cekit ibujari dan telunjuk karena helai demi helainya sering dibuka.

Masa lalu menimbun kisahnya di sini. Warisan, warisan apa? Tanju tak lagi berguna di zaman sekarang. Lantai tanah sudah berganti keramik. Demikian pula, jendela kayu untuk bertukar angin; genting kaca untuk terabas cahaya; pintu besar nan lebar ukurannya; semua telah berganti sesuai masanya. Semua itu diubah. Semuanya berubah. Kenangan pun membeku di sini, bagai pohon tua yang penuh getah.

Rumah ini tempat moyang kami. Aku merasa beruntung karena terlahir dari ayah-ibu; diasuh oleh kakek-nenek; namun tinggal bersama moyang. Dan semua masa itu berlalu di rumah ini. Aku merasa beruntung karena tiga zaman, tiga generasi, kulalui hanya dalam sekali masa, yakni saat aku masih muda belia. Karena itulah aku tahu bagaimana mereka semua menempa diri, menjalani hari-hari yang lesi: membuat derana menjadi utama, merawat leluri tetap berharga, saat rezeki datang tanpa terduga, kejutan terindah dari Sang Bijak Bestari.

Jikalau Tuhan memberi tahta
mengapa miskin yang engkau ajarkan?
Bukan menolak penyokong harta
Hanyalah enggan menadah tangan

* * *

Saat hujan deras berangin kencang, celah tipis di antara genting, menelusupkan dingin di layas yang rapuh, memercikkan air ke lantai basah. Lalu, lampu seperti meredup. Seiring cuaca yang kian memberat, sepi pun semakin mencekam rasanya.

Aku melihat, dari jauh, dari dekat:  sebuah cerita yang tidak pernah ditulis, pula kisah yang tak pernah didongengkan, tentang sebuah pilihan, bahwa melayani orang tanpa pamrih adalah nilai mumpuni untuk diri sendiri. Jika harta mudah dicari, maka derana adalah harga yang sulit dibayar.

Kini, patobin itu tak berpenghuni. Mereka yang pernah tinggal di sini telah pindah ke rumah abadi; rumah tanah penuh rahasia, rumah terakhir yang ada di bumi. Patobin jadilah sepi. Tak ada suara Alquran waktu didaras, tak ada bunyi terompah ketika diseret, tak ada derit pintu saat dibuka, tingkap pun tertutup rapat, tak lagi menyambut pawana.

Hai, apakah kalian sedang di dalam?
Tak ada suara, tak ada balasan
Apakah kalian melihat ke dalam?
Hanyalah bisikan di alam bayang
Hanyalah bayangan di dalam kenang

10 September 2013

Cara Kiai yang Penyair Memperlakukan Puisi (Telaah Atas Buku Permaisuri Malamku Karya M. Faizi )


Oleh Moh. Ghufron Cholid

Sebab buku puisi Permaisuri Malamku karya M. Faizi bukan buku astronomi tentunya, saya akan meniliknya bagaimana seorang kiai memperlakukan puisi? Adakah latar belakang penyair mempengaruhi puisi-puisi yang ditulisnya, inilah yang hendak saya cari saat saya bertemu dengan buku puisi yang ditulis oleh seorang kiai.

Penyair yang begitu terpesona dengan malam, berbagi pandangan dan kembara lewat puisi-puisinya. Tentu akan menarik bila dibaca dan dihayati. Wallaylu libasa (Dan malam serupa baju) wannahari ma’asya (Dan siang serupa medan juang), lalu mengapa penyair lebih tertarik pada malam. Apakah malam lebih menakjubkan daripada siang.

Saya mulai mencari lembar demi lembar puisi untuk menemukan rasa penasaran saya. Ia menulis begi dalam puisi yang ia beri judul Surat Cinta untuk Malam

………
Pendar gugus bintang semesta raya
Jika engkaulah alamat kebenaran
Maka perkenankan,
Sepanjang hidupku menjadi malam
………

Barangkali malam telah menjadi kekasih yang anggun bagi penyair dalam mencari alamat kebenaran, barangkali pesona malam lebih menyilaukan daripada siang. Barangkali penyair lebih tertarik mengungkap rahasia malam, sehingga dengan setia dan penuh ketegasan, jika malam adalah alamat kebenaran maka tak segan-segan penyair mau menjadi malam sepanjang hidup.

Lalu apakah kecintaan penyair pada malam hanya sekedar omong kosong, menghibur diri saja tanpa melakukan perjuangan yang berarti. Tentu penyair bukan diri yang suka berpangku tangan dalam pengembaraan malam, dalam pengembaraan mencari alamat kebenaran, maka dalam puisi berjudul Permaisuri Malamku, ia menulis begini

…………..
saat cahaya bermakna bagi gelap
dan kubiarkan sepi melukaiku
butuh perih untuk menghargai nikmat
……………

Begitu anggun penyair mengurai malam yang dianggapnya permaisuri, begitu indah perjalanan penyair mencari alamat kebenaran, penyair membiarkan sepi melukai agar lebih bisa bersyukuri memaknai nikmat.

Malam berisi sepi, kesepian yang membuat cinta diuji, kesepian pula yang membuat pikiran melayang ke negeri antah berantah mencari sesuatu yang begitu berarti. Penyair telah menemukan alamat kebenaran kalau malam berisi sepi, kalau sepi bisa melukai diri, melukai kenangan, melukai ketabahan, namun bercinta dengan malam akan lebih mendewasakan batin, lebih menghargai karunia sehingga dengannya bisa tumbuh pohon syukur.

Puisi dan Latar Belakang Penyair

Adakah hubungan antara puisi dengan latar belakang penyairnya, bisa ia bisa juga tidak, bagaimana cara mengetahui hubungan tersebut, barangkali dengan cara mengkaji hasil karya yang dimiliki. Buku Permaisuri Malamku adalah buku puisi yang ditulis oleh Kiai yang juga penyair. Maka membaca buku ini kita akan dibawa masuk mengembara ke dalam puisi yang penuh daya renung.

Ia menulis begini dalam puisinya yang berjudul Namaku Malam, Namaku malam/kepingan waktu yang membentuk subuh/engkau fajar, merah ditempa matahari

Jadi malam merupakan kepingan waktu yang akan mengantar pada subuh, sebuah pintu pembuka bahwa berkencan mimpi telah usai dan mimpi harus diterjemahkan. Dalam puisi yang lain berjudul Jemputan, penyair menulis begini, Aku terisak/alangkah mahal jemputan/bagi sebuah kepergian.

Puisi yang tercipta di Terminal Bis Tirtonadi entah merupakan suatu kebetulan atau memang disengaja menyampaikan isyarat mistis, betapa jemputan begitu mahal. Betapa jemputan harus membawa bekal yang cukup agar tak menjadi orang linglung.

Bisa jadi yang disebut mahal harga jemputan adalah ajal, betapa ajal begitu mahal dan tak bisa ditawar. Bisa saja yang dimaksud jemputan dari puisi adalah makna yang sebenarnya bahwa penyair memang sedang menunggu jemputan dari handautaulan, jika didasarkan pada Terminal Bis Tirtonadi barangkali dua makna yang dihasilkan makna kias dan makna sebenarnya.

Barangkali latar belakang penyairlah yang membuat puisi ini terkesan mistis. Memiliki makna ganda yang ingin disampaikan kepada khalayak pembaca.

Yang tak kalah menariknya kesan mistis yang dihasilkan penyair yang memiliki latar belakang pendidikan pesantren ada pada puisi Lembar-lembar Cahaya,ia menulis begini, Lembar-lembar cahaya/dibuka satu demi satu/menyibak rahasia/ke rahasia berikutnya, barangkali pula karena pesan mistis yang dikandung puisi ini maka Andy Fuller seorang pengamat budaya dan sastra Indonesia komtemporer menerjemahkan puisi ini ke dalam bahasa Inggris dengan judul  Pages of Light.

Penutup
Penyair yang memiliki latar belakang pesantren karyanya kental dengan sisi religinya, pada permaisuri malamku buku yang ditulis oleh penyair yang kiai atau kiai yang penyair, berusaha mengungkap kembara malam. Dalam Surat Cinta untuk Malam, sangat terasa nilai relijinya, jika engkaulah alamat kebenaran/maka perkenankan/ sepanjang hidupku menjadi malam// atau pada puisi Lembar-lembar Cahaya, Lembar-lembar cahaya/dibuka satu demi satu/menyibak rahasia/ke rahasia berikutnya//.

Sebab Permaisuri Malamku adalah buku puisi maka yang lebih ditekankan dalam buku ini bukan untuk membahas astronomi secara keseluruhan melainkan menyingkap rahasia malam. Hal ini bisa ditemukan dengan tegas penyair menyatakan pandangannya dalam puisi berjudul Permaisuri Malamku yang ia pilih sebagai pamungkas atau sebagai judul buku. Penyair menulis begini, saat cahaya bermakna bagi gelap/kubiarkan sepi melukaiku/butuh perih untuk menghargai nikmat.

Jadi jika membaca buku ini anda berharap mendapatkan ilmu tentang astronomi dengan segala tetek bengeknya barangkali buku ini kurang tepat untuk anda baca namun jika anda ingin menemukan rahasia malam atau kembara penyair yang kiai dalam mengungkap malam, maka buku ini layak anda baca.

Kamar Cinta,9 September 2013

Sumber: Facebook

07 September 2013

اسْمِيْ سَدَفَةٌ (Namaku Malam)

اسْمِيْ سَدَفَةٌ
(أَنَا) مِنَ الْآمَادِ بِضْعَةٌ يَنْجُمُ  مِنْهَا الْفَلَقُ
وَ أَنْتَ فَجْرٌ مَعَ الشَّارِقِ مُحْمَرٌّ
أَيُّهَا النَّهَارُ، عَمَّ يَبْحَثُوْنَ؟
إِنْ هُوَ إِلاَّ نُوْرٌ
فَبِمَا تَاهَ هُمْ يَظْفَرُوْنَ
وَ انْكَشَفَ مَا انْكَتَمَ مِنَ الْأَسْرَارِ
فَعَلَى الْجُلُوْسِ بَرَكْنَا ظَهْرًا لِظَهْرٍ
وَ إِلَى الْمَشْرِقَيْنِ  نَحَوْنَا وَجْهًا عَنْ وَجْهٍ
فَبِمَا سَوَاءٍ كُنَّا قَائِلِيْنَ
"إِنَّمَا يُرَامُ لَدَيْنَا ثَبَاتٌ فِيْ قِبَالٍ."
فَأَيْنَ يَسْتَقِرُّ ذُوْ غَمْضٍ وَ خَفَاءٍ؟
كَلاَّ، إِنَّ اسْمِيْ لَسَدَفَةٌ
وَ لاَ تَدْعُوْنِيْ مِنْ دُوْنِهِ
لاَ يَرْمُقُ  أَمْرٌ غَيْرَهُ مِنْ مُبَايَنَةٍ
كَمَا لِعِلْمٍ وَ جَهْلٍ مِنْ مُقَابَلَةٍ
فَلَيْسَ بَيْنَهُمَا دَوْرٌ فِيْهِ يَشْتَرِكَانِ

(21/09/2007)

تعريب: Sutrisno Dahlan

03 Agustus 2013

Berlayar Semalam


Naik bulan di atas langit, berayun-ayun dalam perahu dari kuku raksasa, berpindah dari rasi layang-layang di langit selatan ke polaris di belahan utara, dari entah ke antah-berantah ratusan tahun cahaya perjalanan berikutnya. Pelayaran dalam semalam untuk ribuan tahun penciptaan. Waktu adalah untaian kata, dan malam adalah bagian puitis di jumantara maknanya. Apakah nama dermaga tempat bersandar nanti? Dalam waktu ia bernama fajar; dalam hidup bernama mati; dalam diri bernama iman.

Arung langit raya dalam semalam itu tak terjadi di sana, di angkasa, melainkan di sini. Puncaknya ada pada salam di dua rakaat terakhir sebelum terbit matahari.

2/8/2013

11 Juli 2013

East Timor Arabica


Segelap laut Timor
di gunung-gunung yang disentuh langit
Ermera, aku melihatmu berselimut Arabica

Tumbuh serupa nasib
pahitmu menjalar tak dapat ditahan
manismu menjadi rahasia dalam seteru
dan rasa adalah kekayaan yang mesti dipertahankan;
rasa memiliki, rasa mencintai
seperti biji-biji kopi berjanji pada peminumnya

“Kita pernah tinggal di sebuah rumah besar
di belahan selatan garis khatulistiwa
berjauhan di atas peta
bertetangga di teras bahasa
dan sesekali semeja
kita minum kopi yang sama.”

7/2/2012

24 Mei 2013

Mein Name ist Nacht



Mein Name ist Nacht
ein Zeitfragment, das ten Tagesanbruch formt
Du bist die Morgendämmerung, rot vor die Sonne gebreitet

Tag, wonach suchen sie?
nur nach Licht
bis Verlorenes weidergefunden
bis Geheimnesse gelüftet

Wir sitzen Rücken an Rücken   
Gesichter gen Westen und Osten
dann sagen wir beide
>>Ich wünschte, wir könnten uns ansehen<<

Doch wo sind dann Grau und Schatten?

Nein, mein Name ist nur Nacht
Du kannst mich nicht anders nennen
Der eine kann den anderen nicht ansehen
So wie >wissen< und >nicht wissen<
Keinen gemeinsamen Platz finden

21.09.2007

Orientierungen 2/2011, S. 110
Übertragen von Lucia Seiβler und Martin Jankowski

Judul Asli: "Namaku Malam"






NAMAKU MALAM 

Namaku malam 
kepingan waktu yang membentuk subuh 
engkau fajar, merah ditempa matahari 

Siang, apa yang mereka cari? 
tak ada, selain cahaya 
hingga yang hilang didapatkannya 
hingga rahasia menjadi terbuka 

Kita duduk beradu punggung 
menghadap barat-timur 
lalu, kita sama-sama berucap 
“ingin rasanya kita bisa saling menghadap!” 

Lalu, di manakah kelabu dan temaram? 
tidak, namaku hanya malam 
engkau tak bisa memanggilku di luar itu 
yang satu tidak dapat menatap lainnya 
sebagaimana ‘tahu’ dan ‘tidak tahu’ 
tak ada tempat untuk duduk bersama 

21/09/2007 

03 Mei 2013

Kularutkan Cemas, Kularutkan Harap


Kularutkan cemas ini ke dalam hatimu, Nak
agar segera kutemukan warnanya,
hitam-putihnya,
atau warna di antaranya: kelabu

Anak-anak yang tadi berangkat ke sekolah
kulihat wajahnya mendadak tua
hanya setelah terdengar bunyi bel istirahat pertama
kerut di dahi dan urat-uratnya menegang
seperti layar menahan angin
seperti gairah menahan inign

Satu-dua guru masuk ke kelas
tidak, sebetulnya mereka tidak ada di dalam kelasmu
ada banyak bagian lain pada dirinya
yang tertinggal di rumah, tersangkut di pepohonan
sepanjang jalan menuju madrasah
menempel seperti label pada harga-harga

Di jalanan menuju sekolah
kulihat orang-orang pintar membuat onar
menyalip pada pandangan tak bebas
membuang klakson ke sembarang telinga
memakai motor tanpa pajak
membawa mobil hasil ‘bancak’
mungkin mereka betul belajar akhlak
dan menganggap ibadah hanya pergi ke mushalla
namun pikirannya menjalar kemana-mana

Darinya, lahirlah siswa teladan, sarjana cumlaude
alumni sukses, dan bekerja di kantor-kantor
menetapkan undang-undang, mengambil kebijakan
dengan pengetahuan, tapi tanpa keteladanan

Ah, masa?
ya, mereka yang tahu tanpa amalan
atau bodoh tapi mengambil keputusan

Maka, kularutkan harap ini ke dalam hatimu, Nak
dengan semangat guru dari masa lalu
mereka yang terlahir karena panggilan
bukan karena kepepet mencari pekerjaan

19/3/2013