03 Oktober 2010

Hujan Buatan



Basah pikirku,
basah khayalku
kehujanan di dalam ruang amnesiamu

Gelegar guntur, salam pembuka langit murung
menuntun kelupaan pada cucian di jemuran
dua ember penuh popok
kain pel yang berhari-hari di halaman

Aku menghitung rintik hujan
lalu mengalikannya dengan degup jantung

Basah pikirku
basah khayalku
aku pun keluar kamar, berhujan-hujanan
memandikan tubuh dari masa lalu
dan pada hujan yang menggurat kemarau
di kening siang
lamat-lamat kudengar tangisan musim
untuk cuaca yang salah pada jadwal

Hujan buatan, Amnesia
memandikan pikiran dan khayalan
pada jadwal yang terpaut berbulan-bulan


9/4/2010

12 September 2010

Malam Kedua Lebaran



Venus di langit barat daya
sejengkal di atas bulan sabit
seperti buah ceri
dijatuhkan ke mangkuk puding

Gelap di sekelilingnya
dan perasaan dingin orang yang memandang
membuat suasana Isya
mendadak tengah malam

Aku melintas lewat
di dekat maqbarah leluhur Sumber Anyar
merasakan geletar aneh di dalam tanya:
suatu saat, aku akan dimakamkan seperti mereka
besok atau kelak,
adakah orang yang akan mengirimku doa
seperti langit mengirim bintang dan bulan
di malam kedua lebaran?

11/09/2010

10 Agustus 2010

Ru'yatul Hilal



Hilal
mengapung di antara dua kutub berketegangan
lalu tenggelam
di dalam satu keraguan

Hilal,
bulan sabit mengiris langit
untuk membelah jadi dua
sekerat buat mata
sekerat lagi untuk angka

Ru’yatul hilal
mengapung lalu tenggelam
di dalam dua kubangan
angka dan pandangan

Fana, fana, fana
sebab yang baka
hanyalah untuk Yang Esa

28/09/2007

(posting ulang dari sini)

24 Juli 2010

Bintang-Bintang yang Gugup


Sesekali, rasanya ingin kubersihkan langit
dari serakan bintang dan nebula
lalu menyatukannya kembali dalam tangkup
dan mengucurkannya di wajahmu:
kerakal langit yang berbinar-binar

Setiap malam di alamanak puluhan
aku melihat ke atas,
menikmati langit tanpa teropong
di lingkup cahaya bulan keperakan
melihat bintang-bintang yang gugup
gugusan cahaya yang lebih kecil dari bola mata
meskipun ia lebih besar dari imajinasiku
juga pengetahuanku

Sinestesia,
demi sensasi aneh yang ingin kurasa
sesekali aku ingin mengajakmu
melihat bintang dan nebula
tidak melalui indra yang semestinya

11/03/2010



25 April 2010

Nenek Moyang Ilmu Pengetahuan


Kilatan berkas cahaya di langit
melintas rendah sehabis Maghrib
“Seorang malim segera pergi…”

Itu bukan meteor, itu bukan benda langit
hanya cahaya yang melintas dekat
selepas ghurub

Lalu, ada kala seberkas cahaya
melintas tinggi di jumantara malam
membawa curiga dalam hati
“Itu cerawat yang dibawa setan
seseorang akan buncit perutnya
lalu meninggal dengan sengsara”

Itu juga bukan benda langit
sebab, ia tak jatuh melayang ke bumi
membuat kerusakan

Kami belajar pada alam
membaca tanda duaja dan perubahan
pada angin, pada cahaya dan gelap
pada nanar, pada mimpi dan kenyataan

Pengetahuan beranak-pinak
dari pengalaman dan khayalan
kami belajar melapangkan ruang penafsiran
belakangan, sarjana-sarjana setelah kami
mencari wahyu-wahyu ilmiah
di laboratorium dan perpustakaan

Pengalaman dan khayalan
puisi dan pepindannya
merupakan leluhur kami
nenek moyang ilmu pengetahuan

25/08/2009


16 Februari 2010

Lembar-Lembar Cahaya


Lembar-lembar cahaya
dibuka satu demi satu
menyibak rahasia
ke rahasia berikutnya

Dayang-dayang malam
mengipasi bumi dengan hujan buatan:
hujan bintang-bintang,
dan serbuk cahaya bulan

Aku membuka lembaran
pada halaman ke-11 almanak kamariah
rehat sejenak, seteguk dzikrayat
perjamuan untuk syaikh dari Jilan
tapi harus kubuka selembar lagi
agar tiba di tanggal lahir sang Nabi

Hai,
kini aku tiba di lembar cahaya itu
saat ada bayang-bayang tak terlihat
melintas di atas puadai bulan Maulid
mengiringmu membacakan puisi tak sembarang puisi
burdah-barzanji, puisi shalawat nabi


Shallu ‘ala Muhammad!
Allahumma shalli wa sallim wa barik alaih

16/2/2010


08 Januari 2010

Andai Ayahku Masih Ada



Pernahkah engkau menangis untuk ayahmu?
selagi dia di dekatmu, menangislah
pikirkan semua amal kebajikanmu
lalu takarlah dengan kebaikannya

Pernahkah engkau bekerja untuk ayahmu?
selagi dia di dekatmu, berbuatlah
andai seluruh hidupmu kaupersembah
belum cukup bekerja menukar upah

Pernahkah engkau berpikir untuk ayahmu?
selagi ada kesempatan, berpikirlah
karena jika ia mendahuluimu
engkau hanya akan diganggu pikiran itu

Kini, ayahku telah tiada
aku menangisi kepergiannya
tapi yang terdengar hanya tangisku
air mata yang gemericik
meleleh, melewati pancuran telingaku

Aku tak menghendaki kepergiannya
tapi maut menjemput
memberi tahu aku laksana mimpi
dan kepergian ayahku sebagai kesadarannya

Pernahkah engkau menangis untuk ayahamu?
karena ia bekerja untuk menghidupimu dan
engkau hidup tanpa berterima kasih padanya?
berpikirlah, menangislah, dan bekerjalah selagi bisa
itulah cara yang baik mencicil kebaikan
karena sesungguhnya,
seluruh hidupmu adalah utang
yang tidak mungkin lunas akan terbayar

7/12/2007