25 Agustus 2009

Nubdzah min Qashidah al-Burdah



(1)
Adakah karena kaukenang seorang kawan di Dzi Salam
Lalu kaucampur darah dan air mata dalam tiap tetesan?
(2)
Atau, apakah karena tiup angin dari arah jalan nuju Mekah,
ataukah tersebab dari arah Idham-lah
kerjap kilat menyergap di malam gelap?
(3)
Jangan menangis!
Tetapi, mengapa engkau menangis justru pada saat mengatakannya
Oh, Hati. Tenanglah!
Tapi saat itu, justru hatimu dirundung gelisah
(6)
Mungkinkah engkau berpaling dari cinta
Yang telah disaksikan tangis dan sakit dukana?
(9)
Kumaafkan, kalau engkau mencaci
atas cinta udzri-ku yang tulus dan suci
Namun kalau saja engkau yang merasakannya
pastilah caci-cercamu akan terhenti
(10)
Kini, semua sudah kusampaikan dan rahasia tiada lagi
Namun, sungguh apa pun yang terjadi
Sakit cinta ini tak akan pernah kunjung terobati
(11)
Engkau telah menasehati, tapi aku seorang tuli
Karena orang yang sedang dilanda cinta
Tak dapat mendengar caci-maki pun cerca
Allahumma shalli ‘ala Muhammad
(36)
Sang kekasih: dialah nabi tumpuan syafaat
Di tiap dera bencana kita limpung tersebat
(42)
Pesonanya tiada tepermana
Puncak ciptaan, tak termisal, pada manusia, tak terpemana
(45)
dan, keutamaan sang rasul tak ada batasnya
Yang mampu dilukis lewat ucap maupun kata-kata
Inna Allaha wa malaikatahu yushalluna ‘ala an-nabi
Ya ayyuhal ladzina amanu, shallu ‘alaihi wa sallimu taslima
Allahumma shalli wa sallim wa barik ‘alaih

23 Agustus 2009

Puasa Tahun Ini


Puasa kali ini sama seperti tahun lalu

yang membedakan hanyalah

usia bertambah jumlah


Malam tarawih, masih seperti tahun lalu

sholat sunnat yang terasa berat

dan shaf-shaf berkurang di malam likuran

malam-malam lailatul qadar


Ada yang tidak berpuasa

makan-minum di tempat umum

sambil tersenyum hampir ketawa

“puasa ‘kan hanya untuk orang tua?”


Puasa untuk yang percaya

bahwa setahun penuh

telah banyak racun mengendap

dalam sel-sel tubuh kita

bukan karena makanan kurang gizi

ataupun minuman yang tercemar polusi

tapi karena tak higienis di mata syariat

sebab haram atau syubhat


31/10/2004


09 Agustus 2009

Mengenang Rendra


Kepergian si Burung Merak, WS Rendra, Kamis 6 Agustus 2009, membuat saya teringat 14 tahun yang silam, saat untuk pertama kalianya saya berjumpa dengannya dalam sebuah acara budaya. Saya, sejujurnya, tidak mengenal banyak perihal sastraawan ini, WS Rendra. Saya hanya sekali berjabat tangan dengannya, lalu mengikuti acaranya, dalam rangka peresmian Gorong-Gorong Budaya di Sawangan, Depok. Waktu itu, saya diajak oleh Mas Jadul Maula dan Mas Mathori A. Elwa menjumpai Hasif Amini dan Sitok Srengenge. Kenangan saat itu, 2 April 1995, pada saat ini, kucoba reka-reka kembali.

“Sajak Seonggok Jagung”-nya WS Rendra adalah sajak pertama yang memperkenalkan saya dengan beliau. Saya sangat terkesan dengan sajak ini, meskipun sebelumnya juga pernah terbuai dengan “Rick dari Corona” semasa SLTA.

Sajak ini melukiskan alienasi, potret manusia yang terasing, atau sengaja menjauh, dari lingkungannya. Saya melihat, dan bahkan turut merasakan, betapa para mahasiswa seperti saya, di kala itu, akan punya perasaan aneh campur sedih semacam “Sajak Seonggok Jagung” ini, jika direnungkan. Maka, dengan sangat mantap saya katakan, bahwa puisi tersebut kemudian membuat saya terinspirasi untuk menulis puisi “Bila Aku Pulang Nanti” berikut ini (yang dsaya tulis beberapa bulan sebelum pertemaun itu).



BILA AKU PULANG NANTI

—salam hormat untuk W.S. Rendra


Bila kelak aku kembali

setelah lulus menjadi sarjana

apa yang akan aku berikan

jika anak-anak itu menyambutku

dengan senyum polos

meminta bercerita tentang kota

kampus dan mahasiswa?


Kalau aku pulang nanti

apa yang akan aku berikan

jika yang mereka pinta

bukan toga dan skripsi

bukan catatan dan diktat

yang terarsip rapi?


Jika aku pulang nanti

dengan sekoper piagam

dan makalah-makalah seminar

apa yang akan aku berikan

jika yang mereka pinta bukanlah gelar?


Setelah aku pulang nanti

tiba di kampung halaman

dengan perasaan berbunga-bunga

apa yang mesti aku katakan

jika telah habis

apa yang harus kukatakan

jika harus belajar lagi

apa yang akan dikatakan?


10/1994

01 Agustus 2009

Kisah Pak Madi, Budi, dan Kancil yang Suka Mencuri Timun

Betul, lirisme telah menguasai jagad perpuisian tanah air. Tidak seorang pun yang luput dari ketetarikan untuk menulis gaya begini. Yang membedakan hanyalah kekerapan, konsistensi, kecenderungan. Sapardi Djoko Damono dan Goenawan Mohamad telah melakukan penjelajahan untuk menemukan ramuan-ramuan baru, dengan cita rasa yang segar, tetapi tetap saja, aroma lirisme menguap dari sana.

Lirisme itu mendayu, tetapi gagah
lirisme itu menyayat, tetapi nikmat
saya pun turut, larut, dan juga menulis 'ala wazni lirisme, tetapi sesekali slengekan dan sembarang, meletup dan wajib pula tertuang:

KISAH PAK MADI, BUDI,

DAN KANCIL YANG SUKA MENCURI TIMUN



Kerbau Pak Madi ada tiga ekor

dari dulu, hanya tiga ekor


Budi anak Pak Madi

masuk perguruan tinggi favorit

seekor kerbau keluar kandang

modal pintar ternyata cukup mahal

Pak Madi membanggakan Budi

seperti ia mengandalkan kerbaunya

ia rela membayar mahal, demi fasilitas

buat apa biaya minim

tetapi sarana serbamiskin?


Pak Madi berbahagia

Budi sukses meraih beasiswa

lulus dan langsung bekerja

karena sangat pintar

Budi dilamar perusahaan multinasional


Kini Pak Madi buka usaha baru

tandur palawija, menanam mentimun

tapi sayang, ada kancil yang selalu mencurinya

Pak Madi seorang diri, tak mampu menjaga taninya

sementara Budi berda di luar negeri

sebab terlalu pintar, ia tak dapat membantu ayahnya

orang pintar selalu jadi komoditas non-migas

karena itu, Budi lebih bangga jadi Eropa

dari pada punya KTP Indonesia

dan karena itu,

ia bahagia bersama anak-bininya di sana


Kerbau Pak Madi tiada lagi

mentimun pun habis sama sekali

kancil yang cerdik dan pintar mencuri

atau Pak Madi yang bodoh dan mudah dikibuli?


Oh, pendidikanku

mencetak siswa pinter seperti kancil,

nanti kepinteren, malah meminteri

seharusnya, pendidikan menanamkan moral

karena moral adalah modal

dan kancil tidak mau mencuri moral

ia hanya suka mencuri timun


4/2/2007